Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi
adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas
di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat
harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan
inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap
terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala
dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur
tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
CONTOH-CONTOH
INFLASI
1.
Nilai
uang yang dipegang seseorang menjadi turun
misalnya tadinya 1.000 rupiah bisa untuk naik angkot, setelah inflasi, naik angkot perlu 1.500 atau
2.000
misalnya tadinya 1.000 rupiah bisa untuk naik angkot, setelah inflasi, naik angkot perlu 1.500 atau
2.000
2.
Daya
beli masyarakat menurun
Tadinya uang 20 juta bisa untuk membeli sebuah sepeda motor, setelah inflasi, menjadi tidak terbeli
karena kurang
Tadinya uang 20 juta bisa untuk membeli sebuah sepeda motor, setelah inflasi, menjadi tidak terbeli
karena kurang
3.
Tingkat taraf hidup menurun
Tadinya dengan penghasilan 1 juta per bulan dapat rekreasi 1 bulan sekali, sekarang dari nilai itu
hanya dapat untuk makan dan transport saja
Tadinya dengan penghasilan 1 juta per bulan dapat rekreasi 1 bulan sekali, sekarang dari nilai itu
hanya dapat untuk makan dan transport saja
4.
Bagi
para spekulan, inflasi justru menguntungkan
Bagi para penimbun barang (misalnya BBM dsb.), sebelum inflasi per liter 4.500, setelah dia
simpan dan harga menjadi 6.500 per liter karena inflasi, dia mendapatkan untung 1.000 rupiah per
liter
Bagi para penimbun barang (misalnya BBM dsb.), sebelum inflasi per liter 4.500, setelah dia
simpan dan harga menjadi 6.500 per liter karena inflasi, dia mendapatkan untung 1.000 rupiah per
liter
5.
Jika
inflasi mengakibatkan devaluasi, maka nilai ekspor menjadi naik, padahal jumlah
barang yang di ekspor tetap contoh, pengekspor minyak kelapa sawit, sebelum
devaluasi akan menerima 1 juta rupiah setiap 150 liter minyak sawit. Setelah
devaluasi, dengan 150 liter dia akan mendapat lebih dari 1 juta rupiah
INFLASI TIDAK SELALU BERDAMPAK
NEGATIF
Inflasi mempunyai
dampak positif dan negative. Tergantung pada parah atau tidaknya inflasi
tersebut. Dalam artian, bila terjadi inflasi ringan, itu malah membuat dampak
positif bagi perekonomian dan dapat mendorong perekonomian menjadi lebih baik.
Meningkatkan pendapatan nasional. Cenderung membuat orang lebih semangat untuk
bekerja, untuk menabung, serta mengadakan investasi. Tetapi jika terjadi
imflasi yang tak terkendali atau hiperinflasi
ini akan amat sangat mengacaukan perekonomian, membawa dampak yang sangat
negative. Hal ini membuat orang akan tidak semangat bekerja, tidak senang
menabung, dan tidak mengadakan investasi karna harga yang meningkat dengan
cepat.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INFLASI
1. Demand Pull Inflation, atau Demand-Side Inflation,
atau Demand Shock Inflation
Demand
Shock Inflation atau biasa disebut Inflasi Guncangan Permintaan atau inflasi
tarikan permintaan adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya daya tarik dari
permintaan masyarakat terhadap berbagai barang yang terlalu kuat. Inflasi jenis
ini biasa dikenal juga dengan istilah Philips Curve Inflation. Inflasi ini
dipicu oleh adanya interaksi antara permintaan dan penawaran terhadap barang
dan jasa domestic dalam jangka panjang yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat.
Inflasi
ini biasa terjadi pada masa perekonomian yang tumbuh dengan cepat. Adanya
kesempatan kerja yang tinggi menimbulkan tingkat pendapatan yang tinggi dan
selanjutnya menyebabkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi dalam
memproduksi barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini pada akhirnya
dapat menimbulkan inflasi.
Untuk
di Negara Indonesia terjadinya demand pull inflation disebabkan oleh tingginya
permintaan barang dan jasa relative terhadap ketersediannya. Artinya barang dan
jasa yang diminta relative tinggi dibanding ketersediaan barang dan jasa yang
diminta. Dalam makro ekonomi inflasi ini digambarkan dengan output rill yang
melebihi output potensial, atau permintaan total, atau aggregate demand lebih
besar daripada kapasitas perekonomian.
2. Cost Push Inflation, atau Supply-Side Inflation,
atau Supply Shock Inflation
Supply
Shock Inflation atau biasa disebut inflasi guncangan penawaran atau inflasi
desakan biaya adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya guncangan atau
dorongan kenaikan biaya factor-faktor produksi secara terus menerus dalam
jangka waktu tertentu. Inflasi ini terjadi akibat didesak oleh naiknya biaya
dari factor produksi.
Inflasi
desakan biaya biasa terjadi pada masa perekonomian yang sedang tumbuh pesat
dengan pengangguaran yang relative rendah. Di sini supply tenaga kerja sangat
terbatas. Adanya permintaan yang tinggi pada barang produksi terhadap
perusahaan, sementara jumlah tenaga kerja terbatas. Perusahaan akan menaikkan
produksi dengan memberi upah atau gaji lebih tinggi dan mencari karyawan baru
dengan tawaran upah atau gaji yang relative tinggi.
Kebijakan
ini menimbulkan biaya produksi menjadi tinggi, sehingga harga barang atau
produk menjadi lebih tinggi juga.
Kenaikan
biaya dari factor produksi dapat diakibatkan oleh depresiasi atau turunnya
nilai tukar mata uang domestic terhadap mata uang asing. Bahan baku dan barang
dari luar negeri menjadi lebih malah di dalam negeri. Terjadinya inflasi di
luar negeri, khususnya Negara-negara patner dagang. Inflasi luar negeri naik
menyebabkan bahan baku atau barang atau produk dari luar negeri menjadi naik.
Inflasi
guncangan penawaran dapat pula terjadi akibat negative supply shock. Penurunan
penawaran ini dapat disebabkan oleh bencana alam, atau hal lain. Selain itu
inflasi supply shock dapat terjadi kerena pemerintah menaikkan harga-harga
komoditi tertentu.
3. Mixed Inflation, Inflasi Campuran
Inflasi
campuran merupakan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan permintaan dan
kenaikan penawaran. Perilaku permintaan dan penawaran tidak setimbang.
Permintaan terhadap barang atau jasa bertambah, hal ini mengakibatkan factor
produksi dan penyediaan barang menjadi turun. Sementara substitusi atau barang
pengganti terbatas atau bahkan tidak ada. Keadaan ini, pada akhirnya
menyebabkan harga menjadi naik. Inflasi ini menjadi semakin sulit dikendalikan
atau diatasi, ketika kenaikan supply lebih tinggi atau setidaknya sama dengan
kenaikan demand.
4. Expected Inflation, Inflasi Ekspektasi.
Inflasi
ekspektasi adalah inflasi yang terjadi akibat adanya perilaku masyarakat secara
umum yang bersifat adatif atau forward looking. Dalam hal ini, masyarakat
menilai bahwa di masa yang akan datang kondisi ekonomi menjadi semakin baik
dari masa sebelumnya.
Harapan
masyarakat ini dapat menyebabkan terjadinya demand pull inflation maupun cost
push inflation. Hal ini tergantung pada harapan masyarakat yang mana yang akan
lebih baik dan bagaimana kondisi persediaan barang dan factor produksi saat itu
dan masa datang. Inflasi jenis ini relative sulit untuk dideteksi secara pasti,
sehingga kejadiannya kurang diperhatikan
5.Meningkatnya Kegiatan Ekonomi
Meningkatnya kegiatan ekonomi mendorong peningkatan
permintaan agregat yang tidak diimbangi dengan meningkatnya penawran agregat
karena adanya kendala struktural perekonmian. Indikatornya : masih rendahnya
kapasitas terpakai sektor industri pengolahan (39% – 51%) dan menurunnya
produksi tanaman bahan makanan (sumbangan pada PDB berkurang 1,1%) pada tahun
2001.
Pustaka:
1. Mankiw, N. G., 2003, “Teori Makroekonomi”, Edisi Kelima, Erlanga, Jakarta.
2. Ahman,
E. H., Rohmana, Y., 2007,”Ilmu Ekonomi Dalam PIPS”, Edisi 2, Unversitas
Terbuka, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar